Rabu, 29 April 2015

PERSON CENTERED THERAPY

III. PERSON CENTERED THERAPY


A.    Konsep terapi
Terapi terpusat pada pribadi didasarkan pada falsafah sifat naluri manusia yang menegaskan adanya usaha untuk beraktualisasi diri. Selanjutnya pandangan Rogers tenang sifat naluri manusia adalah fenomenologis; yaitu kita membentuk diri sendiri sesuai dengan persepsi kita tentang realitas. Kita dimotifikasi untuk mengaktualisasi diri kita sendiri dalam lingkup persepsi kita akan realitas.
Teori Rogers bertumpu pada suatu asumsi bahwa klien bisa memahami faktor dalam hidup mereka yang menjadikan mereka tidak bahagia. Mereka juga memiliki kapasitas untuk mengarahkan diri mereka sendiri dan mengadakan perubahan pribadi yang konstruktif.
Pendekatan terpusat pada pribadi menekankan hubungan pribadi antara klien dan terapis; sikap terapis lebih bersikap kritis dibandingkan dengan pengetahuan, teori atau teknik. Klien didorong untuk menggunakan hubungan ini untuk menghilangkan belenggu yang menghalangi potensi pertumbuhannya dan menjadi lebih seperti orang yang diinginkannya.
Pendekatan ini memberikan pertanggungjawaban utama pada pengarahan terapi pada diri klien. Klien dikonfrontasikan pada kesempatan untuk menentukan sendiri dan berkompromi dengan kekuatan dirinya sendiri. Sasaran umum terapi lalu menjadi lebih terbuka terhadap pengalaman, terhadap kemungkinan diraihnya percaya diri, terhadap kemungkinan diraihnya percaya diri, terhadap kemungkinan untuk ma uterus tumbuh. Klien tidak dipaksakan untuk mencapai sasaran khusus; melainkan klien memilih niali serta sasaran mereka sendiri.

B.     Unsur-unsur terapi
Pendekatan humanistik Rogers terhadap terapi person centered therapy membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik. Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang dimilikinya kepada pasien. Fokus dari terapi ini adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis memantulkan perasaan-perasaan yang diungkapkan pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan-perasaannya yang lebih dalam dan bagian-bagian dari dirinya yang tidak diakui karena tidak diterima oleh masyarakat. Untuk memahami dengan baik terapi person-centered, maka penting sekali kalau orang memahami istilah-istilah tertentu yang selalu digunakan Rogers.
Terapi person-centered bersandar pada asumsi bahwa setiap orang memiliki motif aktualisasi-diri. Motif ini didefinisikan sebagai kecenderungan yang lekat pada semua orang (dan pada semua organisme) untuk mengembangkan kapasitas-kapasitasnya dalam cara-caranya yang berfungsi untuk mempertahankan atau meningkatkan orang itu. Jika motif diasumsikan ini tidak ada, maka fokus terapi person-centered pada non-directive akan menjadi persoalan (patut diragukan). Rogers berpendapat bahwa seorang terapis tidak boleh membuat sugesti-sugesti atau penafsiran-penafsiran dalam terapi karena dalam pandangannya motif aktualisasi akan menuntun pasien dengan sangat baik. Jika motif ini tidak ada, maka tidak ada alasan bagi terapis untuk menjadi non-directive.

C.  Teknik terapi

1. Evolusi metode terpusat pada pribadi.
Pada saat pandangan psikoterapi Rogers berkembang maka fokus bergeser dari teknik terapeutik ke kualitas, kepercayaan dan sikap pribadi terapis dan diarahkan pada hubungan dengan klien. Dalam kerangka terpusat pada pribadi “tekniknya” adalah mendengarkan, menerima, menghormati, memahami dan berbagi. Bersikeras dengan penggunaan teknik dilihat sebagai hal yang menjadikan hubungan itu tidak memiliki sifat kepribadian lagi. Tekniknya haruslah ungkapan yang jujur dari terapinya; teknik-teknik itu tidak bisa digunakan berdasarkan kepuasan diri, oleh karena dengan demikian konselor itu tidak asli. Pada perkembangan selanjutnya pendekatan ini kurang berbicara mengenai larangan dan memberi kebebasan lebih besar pada konselor untuk lebih aktif berpartisipasi dalam hubungan itu. Perubahan ini mendorong digunakannya metode yang sangat beraneka ragam, dan bukan dengan metode tradisional seperti mendengarkan, mengenang, dan mengkomunikasikan kemauannya untuk mau mengerti. Menurut Combs (dalam Corey, 1995), pendekatan berpusat pada pribadi yang ada sekarang dipahami sebagai yang terutama untuk proses menolong klien bisa menemukan makna personal yang baru dan lebih memuaskan tentang dirinya sendiri dan dunia tempat ia tinggal.

2.  Kawasan aplikasi.
Pendekatan ini berguna bagi pelatihan para praktisi, oleh karena metodenya mengandung sifat-sifat penyelamatan yang sudah siap pakai. Ditekankan untuk tetap  bersama klien sebagai lawan dari mendahului mereka dengan intrepretasi-intrepretasi. Jadi pendekatan ini lebih aman dibandingkan dengan banyak model terapi yang menempatkan terapis dalam posisi si pemberi arahan dalam hal pemberian intrepretasi. Penentuan diagnosis, penelitian alam tidak sadar, penganalisisan mimpi, dan bekerja menuju ke berubahnya keprinadian yang lebih radikal. Bagi orang yang memiliki latar belakang yang terbatas dalam hal psikologi konseling, dinamika pribadi, dan psikopatologi, pendekatan ini memberinya kepastian bahwa klien yang dihadapi tidak akan mendapatkan bahaya secara psikologis.

Sumber:

Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan mental 1. Yogyakarta: KASINUS.

Corey, Gerald. (1995). Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Edisi ke-4. Semarang: IKIP Semarang Press.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar