III.
PERSON CENTERED THERAPY
A.
Konsep terapi
Terapi
terpusat pada pribadi didasarkan pada falsafah sifat naluri manusia yang
menegaskan adanya usaha untuk beraktualisasi diri. Selanjutnya pandangan Rogers
tenang sifat naluri manusia adalah fenomenologis; yaitu kita membentuk diri
sendiri sesuai dengan persepsi kita tentang realitas. Kita dimotifikasi untuk
mengaktualisasi diri kita sendiri dalam lingkup persepsi kita akan realitas.
Teori
Rogers bertumpu pada suatu asumsi bahwa klien bisa memahami faktor dalam hidup
mereka yang menjadikan mereka tidak bahagia. Mereka juga memiliki kapasitas
untuk mengarahkan diri mereka sendiri dan mengadakan perubahan pribadi yang
konstruktif.
Pendekatan
terpusat pada pribadi menekankan hubungan pribadi antara klien dan terapis;
sikap terapis lebih bersikap kritis dibandingkan dengan pengetahuan, teori atau
teknik. Klien didorong untuk menggunakan hubungan ini untuk menghilangkan
belenggu yang menghalangi potensi pertumbuhannya dan menjadi lebih seperti
orang yang diinginkannya.
Pendekatan
ini memberikan pertanggungjawaban utama pada pengarahan terapi pada diri klien.
Klien dikonfrontasikan pada kesempatan untuk menentukan sendiri dan berkompromi
dengan kekuatan dirinya sendiri. Sasaran umum terapi lalu menjadi lebih terbuka
terhadap pengalaman, terhadap kemungkinan diraihnya percaya diri, terhadap
kemungkinan diraihnya percaya diri, terhadap kemungkinan untuk ma uterus
tumbuh. Klien tidak dipaksakan untuk mencapai sasaran khusus; melainkan klien
memilih niali serta sasaran mereka sendiri.
B.
Unsur-unsur terapi
Pendekatan
humanistik Rogers terhadap terapi person
centered therapy membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya
yang sejati dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam
hubungan terapeutik. Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan
tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang dimilikinya kepada pasien. Fokus dari
terapi ini adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan
terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis memantulkan
perasaan-perasaan yang diungkapkan pasien untuk membantunya berhubungan dengan
perasaan-perasaannya yang lebih dalam dan bagian-bagian dari dirinya yang tidak
diakui karena tidak diterima oleh masyarakat. Untuk memahami dengan baik terapi
person-centered, maka penting sekali kalau orang memahami istilah-istilah
tertentu yang selalu digunakan Rogers.
Terapi
person-centered bersandar pada asumsi
bahwa setiap orang memiliki motif aktualisasi-diri. Motif ini didefinisikan
sebagai kecenderungan yang lekat pada semua orang (dan pada semua organisme)
untuk mengembangkan kapasitas-kapasitasnya dalam cara-caranya yang berfungsi
untuk mempertahankan atau meningkatkan orang itu. Jika motif diasumsikan ini
tidak ada, maka fokus terapi person-centered
pada non-directive akan menjadi
persoalan (patut diragukan). Rogers berpendapat bahwa seorang terapis tidak
boleh membuat sugesti-sugesti atau penafsiran-penafsiran dalam terapi karena
dalam pandangannya motif aktualisasi akan menuntun pasien dengan sangat baik.
Jika motif ini tidak ada, maka tidak ada alasan bagi terapis untuk menjadi non-directive.
C. Teknik terapi
1. Evolusi metode terpusat pada
pribadi.
Pada saat pandangan psikoterapi
Rogers berkembang maka fokus bergeser dari teknik terapeutik ke kualitas,
kepercayaan dan sikap pribadi terapis dan diarahkan pada hubungan dengan klien.
Dalam kerangka terpusat pada pribadi “tekniknya” adalah mendengarkan, menerima,
menghormati, memahami dan berbagi. Bersikeras dengan penggunaan teknik dilihat
sebagai hal yang menjadikan hubungan itu tidak memiliki sifat kepribadian lagi.
Tekniknya haruslah ungkapan yang jujur dari terapinya; teknik-teknik itu tidak
bisa digunakan berdasarkan kepuasan diri, oleh karena dengan demikian konselor
itu tidak asli. Pada perkembangan selanjutnya pendekatan ini kurang berbicara
mengenai larangan dan memberi kebebasan lebih besar pada konselor untuk lebih
aktif berpartisipasi dalam hubungan itu. Perubahan ini mendorong digunakannya
metode yang sangat beraneka ragam, dan bukan dengan metode tradisional seperti
mendengarkan, mengenang, dan mengkomunikasikan kemauannya untuk mau mengerti.
Menurut Combs (dalam Corey, 1995), pendekatan berpusat pada pribadi yang ada
sekarang dipahami sebagai yang terutama untuk proses menolong klien bisa
menemukan makna personal yang baru dan lebih memuaskan tentang dirinya sendiri
dan dunia tempat ia tinggal.
2. Kawasan aplikasi.
Pendekatan ini berguna bagi
pelatihan para praktisi, oleh karena metodenya mengandung sifat-sifat
penyelamatan yang sudah siap pakai. Ditekankan untuk tetap bersama klien sebagai lawan dari mendahului
mereka dengan intrepretasi-intrepretasi. Jadi pendekatan ini lebih aman
dibandingkan dengan banyak model terapi yang menempatkan terapis dalam posisi
si pemberi arahan dalam hal pemberian intrepretasi. Penentuan diagnosis,
penelitian alam tidak sadar, penganalisisan mimpi, dan bekerja menuju ke
berubahnya keprinadian yang lebih radikal. Bagi orang yang memiliki latar
belakang yang terbatas dalam hal psikologi konseling, dinamika pribadi, dan
psikopatologi, pendekatan ini memberinya kepastian bahwa klien yang dihadapi
tidak akan mendapatkan bahaya secara psikologis.
Sumber:
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan mental 1. Yogyakarta:
KASINUS.
Corey, Gerald. (1995). Teori dan Praktek dari Konseling dan
Psikoterapi. Edisi ke-4. Semarang: IKIP Semarang Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar